4 Cara Penipuan Menggunakan Email dan Nomor Telepon Kantor

Daftar isi:
Jakarta menjadi sorotan utama setelah peningkatan pelanggaran data dan serangan siber yang menargetkan karyawan di berbagai perusahaan. Fenomena ini menciptakan kepanikan di kalangan pegawai yang khawatir akan keamanan informasi pribadi dan korporasi mereka. Ancaman ini menjadi lebih canggih dan sulit terdeteksi, menyulitkan perusahaan dalam melindungi data sensitif.
Berbagai modus operandi dari penjahat siber terus berkembang dan berubah seiring dengan tindakan pencegahan yang diterapkan oleh perusahaan. Pengguna teknologi dan karyawan sering kali menjadi sasaran empuk, tanpa mereka sadari bahwa informasi yang mereka miliki sangat berharga bagi penyerang.
Kondisi ini diperburuk dengan adanya sejumlah laporan mengenai penipuan yang dianggap cerdas dan profesional. Para pelaku kejahatan siber semakin mahir dalam mengutak-atik psikologi manusia serta menggunakan teknik rekayasa sosial yang terampil.
Berbagai Modus Penipuan yang Dikenal Umum
Salah satu cara penipuan yang paling umum adalah dengan berpura-pura menjadi dukungan teknis. Pelaku akan melakukan panggilan ke karyawan dan mengklaim bahwa mereka mendeteksi masalah serius pada komputer kerja. Taktik ini seringkali dilakukan pada akhir pekan agar pegawai lebih mudah terbujuk.
Para penipu ini tidak segan-segan meminta kredensial login dari karyawan dengan dalih untuk mengatasi masalah secara remote. Situasi ini bisa berujung pada akses ilegal ke data perusahaan jika karyawan tidak waspada.
Selama pandemi, modus ini menjadi lebih berbahaya karena banyak karyawan yang bekerja dari rumah. Penyerang akan terus memantau aktivitas mencurigakan dan menawarkan solusi melalui aplikasi yang mungkin tidak dikenal oleh karyawan.
Penipuan Melalui Email yang Menargetkan Pimpinan Perusahaan
Metode lain yang tak kalah menakutkan adalah serangan kompromi email bisnis (BEC). Dalam skenario ini, penyerang menyamar sebagai CEO atau manajer penting perusahaan untuk meminta transfer dana. Strategi ini seringkali melibatkan pengiriman email yang tampak resmi namun berisi lampiran berbahaya.
Sifat mendesak dari komunikasi ini membuat karyawan merasa terburu-buru dan kadang kala mengabaikan tanda-tanda bahaya. Di sinilah kekuatan rekayasa sosial berperan, membuat calon korban terpengaruh untuk mengikuti instruksi yang berpotensi merugikan.
Pembajakan Percakapan dan Teknik Masuk secara Diam-Diam
Di dalam dunia digital yang semakin terhubung, pembajakan percakapan juga menjadi salah satu metode favorit penyerang. Dengan menyamar sebagai anggota tim atau karyawan yang memiliki akses intra-perusahaan, penyerang bisa meretas korespondensi bisnis. Mereka sering kali menggunakan domain yang mirip untuk mengelabui korban.
Pembajakan ini biasanya melibatkan pencurian akses ke data email dari sumber yang tidak sah. Setelah mendapatkan akses, pelaku bisa menggunakan informasi yang dicuri untuk melanjutkan serangan lebih lanjut, termasuk meminta detail bank.
Permintaan Data Palsu dari Pihak Berwajib
Tren terbaru dalam kejahatan siber adalah dengan berpura-pura sebagai lembaga penegak hukum untuk meminta data resmi. Penyerang memanfaatkan situasi mendesak untuk mengecoh perusahaan agar memberikan informasi penting. Mereka kerap menggunakan akun email yang telah diretas untuk mengklaim diri mereka sebagai pihak resmi.
Di masa normal, permintaan data semacam ini biasanya membutuhkan surat perintah yang valid. Namun, dalam kasus darurat, permintaan tersebut kadang diterima tanpa banyak pertimbangan, sehingga memperparah keadaan perusahaan.
Akibatnya, informasi sensitif yang bisa merugikan perusahaan atau individu dapat dicuri dengan mudah. Para pelaku biasanya sudah memiliki informasi dasar tentang korban, yang membuat mereka lebih meyakinkan dalam mengeksekusi rencana jahat ini.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now