Ecommerce China Kini Memiliki Mesin Uang Baru Setelah Meninggalkan RI

Daftar isi:
Raksasa e-commerce asal China, Shein, sedang mengembangkan model bisnis baru untuk meningkatkan sumber pendapatan mereka. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap penghapusan kebijakan ‘de minimis’ dan perang tarif yang berlangsung di Amerika Serikat, yang mengancam stabilitas operasi perusahaan-perusahaan e-commerce seperti Shein.
Model bisnis anyar yang direncanakan berupa pembukaan jaringan manufaktur pakaian di China untuk merek-merek fashion pihak ketiga. Melalui inisiatif ini, merek-merek yang berminat akan diminta untuk membuka toko online di platform Shein agar dapat memanfaatkan layanan yang ditawarkan.
Rantai pasok yang dimiliki oleh Shein memungkinkan produksi desain baru melalui pabrik-pabrik yang mampu menyelesaikan proses dalam waktu hanya 5-7 hari. Peluncuran layanan ini merupakan hasil dari persiapan dan pengujian selama hampir dua tahun, menandakan kesiapan Shein untuk beradaptasi dalam pasar yang semakin kompetitif.
Langkah Strategis Shein di Tengah Persaingan E-commerce Global
Saat ini, sekitar 20 merek fashion terdaftar sebagai pengguna layanan ‘Xcelerator’ yang ditawarkan oleh Shein. Di antara merek-merek tersebut adalah label asal Prancis, Pimkie, serta desainer dari Filipina, Jian Lasala, yang telah mengambil keuntungan dari jaringan manufaktur yang ditawarkan.
Selain fasilitas manufaktur, Shein juga menyediakan dukungan lain bagi merek yang bergabung, seperti pengembangan produk, fasilitas gudang, dan pemenuhan pesanan. Penawaran ini bertujuan untuk memberikan keuntungan tambahan kepada merek-merek yang mau bekerja sama dengan Shein.
Walaupun layanan ini menjanjikan banyak keuntungan, terdapat kemungkinan bahwa merek-merek fashion kecil tidak dapat mengakses layanan dengan biaya yang lebih rendah. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada peluang, tidak semua merek mampu berpartisipasi secara finansial dalam inisiatif ini.
Perubahan Strategi dalam Menghadapi Tantangan Pasar
Langkah Shein untuk memanfaatkan jaringan rantai pasok yang ada di China selatan menunjukkan komitmen perusahaan dalam menghadapi tantangan yang ada saat ini. Persaingan di industri fast-fashion semakin ketat, dan kecepatan serta efisiensi telah menjadi faktor kunci untuk bertahan di pasar ini.
Menariknya, meskipun Shein menawarkan sejumlah layanan menarik, sistem akses mereka berbeda dari platform lain seperti Alibaba.com. Shein memberlakukan syarat tertentu bagi pemasok yang ingin bergabung, menekankan pentingnya partisipasi dalam platform mereka untuk mendapatkan akses ke jaringan yang luas.
Dengan pendekatan ini, Shein berupaya untuk menjaga kualitas produk dan layanan yang ditawarkan. Di tengah fluktuasi perdagangan dan tantangan eksternal, strategi ini diharapkan dapat memberikan daya saing yang lebih besar dalam industri e-commerce global.
Penutupan Operasi di Indonesia dan Perluasan Global
Menarik untuk dicatat, Shein yang merupakan pemain utama di e-commerce, sempat beroperasi di Indonesia sebelum akhirnya menutup layanannya pada Agustus 2021. Keputusan ini diambil setelah pemerintah Indonesia melarang kehadiran e-commerce China, yang dianggap dapat merugikan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal.
Model bisnis yang diterapkan oleh Shein dan Temu, yang memungkinkan penjualan barang dengan harga yang sangat rendah, dikhawatirkan akan mengancam keberlangsungan UMKM di Indonesia. Dalam konteks ini, kebijakan pemerintah tampaknya menjadi langkah untuk melindungi ekonomi lokal dari dampak negatif e-commerce luar negeri.
Seiring penutupan operasional di Indonesia, Shein tidak bertahan dan terus berupaya memperluas pasarnya di negara lain. Meskipun menghadapi tantangan seperti penghapusan kebijakan de minimis yang membuat biaya barang impor meningkat, Shein tetap menunjukkan performa yang positif.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now