Sejarah Rumusan Pancasila dan Proses Lahirnya Dasar Negara Indonesia yang Panjang

Daftar isi:
Di balik perjalanan panjang yang melatarbelakangi dasar negara Indonesia, terdapat satu kisah menarik tentang pencarian Pancasila. Proses ini menyuguhkan serangkaian perdebatan tajam serta semangat kolaborasi dari para pemikir bangsa yang, pada saat itu, berusaha merumuskan suatu dasar yang dapat menyatukan semua golongan tanpa membedakan suku, agama, atau ras.
Menjelang proklamasi kemerdekaan pada Agustus 1945, sidang-sidang demi sidang dilakukan oleh para tokoh berbagai latar belakang. Proses ini melibatkan banyak diskusi mendalam yang menempatkan nilai-nilai bangsa sebagai prioritas utama dalam merumuskan ideologi yang akan mengarungi masa depan kemerdekaan.
Rumusan Pancasila tidak langsung mengemuka dalam bentuk yang kita kenal sekarang. Kalam pertama tentang Pancasila datang dari Piagam Jakarta yang mencakup “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.” Keberanian kalimat ini, meskipun mendorong diskusi, menciptakan tantangan baru ketika mencoba untuk mengombinasikan keberagaman masyarakat Indonesia.
Proses Awal Rumusan Pancasila dan Peran Tokoh Bangsa
Sidang pertama BPUPKI pada tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945 menjadi batu pijakan bagi pemunculan gagasan Pancasila. Tiga tokoh kunci, yakni Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno, memberikan pandangan masing-masing mengenai dasar negara. Walaupun masing-masing memiliki ide yang berbeda, mereka sepakat bahwa nilai-nilai luhur bangsa harus tercermin dalam landasan ini.
Mohammad Yamin mengusulkan falsafah dasar yang mengacu pada kebangsaan, kemanusiaan, ketuhanan, kerakyatan, dan kesejahteraan. Di sisi lain, Soepomo mengedepankan prinsip persatuan yang sewajarnya diolah dari tradisi kekeluargaan masyarakat Indonesia. Pada puncaknya, Soekarno dalam pidato 1 Juni 1945 memperkenalkan istilah “Pancasila” yang akan menjadi penting di masa depan.
Menariknya, kata Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta, di mana “panca” berarti lima dan “sila” berarti dasar. Inisiatif ini diambil oleh Soekarno saat pidatonya, dan menjadi simbol bagi lima nilai dasar yang menjadi pondasi negara Indonesia.
Pancasila yang dirumuskan pada 1 Juni 1945 oleh Soekarno menjadi awal dari pengembangan ideologi bangsa, dan menjadi simbol persatuan di tengah keragaman pandangan di kalangan para pemikirnya. Rapat ini memberikan konteks yang jelas tentang visi yang diinginkan untuk negara yang merdeka.
Bentuk Awal Piagam Jakarta dan Perkembangannya
Setelah langkah-langkah awal, BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari tokoh-tokoh berpengaruh. Panitia ini memiliki tugas untuk menyusun rumusan piagam yang menjadi jembatan antara beragam aspirasi kelompok nasionalis dan Islam. Pada tanggal 22 Juni 1945, lahirlah Piagam Jakarta yang berfungsi sebagai dasar untuk pembukaan UUD 1945.
Dokumen tersebut menyajikan rumusan Pancasila pada versi Piagam Jakarta, yang berisi nilai-nilai inti sebagai berikut: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Meskipun Piagam Jakarta berhasil menjembatani beberapa posisi, tetap saja terdapat ketegangan dalam penerimaannya. Keberadaan kalimat mengenai kewajiban menjalankan syariat Islam menjadi sorotan dan diharapkan dapat diteliti lebih mendalam oleh berbagai kalangan.
Panitia Sembilan bekerja keras untuk menyusun rumusan yang seimbang dan inklusif bagi semua segmen masyarakat. Hal ini mencerminkan semangat persatuan yang menjadi tonggak penting dalam memilih dasar negara.
Perdebatan menjelang Proklamasi dan Perubahan Piagam Jakarta
Tak lama setelah rumusan Piagam Jakarta dilahirkan, situasi global dan lokal mengalami perubahan yang signifikan. Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 6 Agustus 1945, memberikan momentum lebih bagi Indonesia untuk segera mempersiapkan kemerdekaan. Dalam konteks ini, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuk pada 7 Agustus 1945.
Namun, menjelang sidang PPKI, tanpa diduga, sejumlah wakil dari kalangan Protestan dan Katolik menyatakan keberatan terhadap perlunya menyertakan frasa “menjalankan syariat Islam.” Mereka khawatir kalimat tersebut akan mengakibatkan perpecahan dalam masyarakat multikultural. Keberatan ini segera disampaikan kepada Mohammad Hatta.
Pandangan Hatta menyatakan pentingnya menuntaskan isu ini sebelum sidang dimulai. Untuk menjaga persatuan dan mencegah terjadinya ketegangan lebih lanjut, semua pihak berupaya menemukan jalan tengah dalam sidang-sidang tersebut yang diperkirakan akan menjadi penyelesaian untuk masalah rumusan dasar negara.
Kompromi di Rapat Pagi 18 Agustus 1945
Pagi hari pada 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan, Mohammad Hatta memimpin pertemuan dengan sejumlah tokoh lainnya. Dalam rapat tersebut, keputusan untuk menghapus frasa yang dinilai kontroversial dari Piagam Jakarta mengemuka. Konsep ini menyangkut substitusi kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, berbagai pihak menemukan kata sepakat. Mereka sepakat menggantinya dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa,” yang dirasa lebih dapat diterima oleh semua segmen masyarakat. Persetujuan ini mencerminkan nilai-nilai universal dalam Pancasila.
Rumusan Pancasila Versi Akhir: Memperkokoh Dasar Negara
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pancasila sebagai Landasan Negara Indonesia
Sejak disahkannya Pancasila pada 18 Agustus 1945, dasar negara ini menjadi tiang penyangga yang kuat bagi Indonesia. Sejak saat itu, meskipun Indonesia mengalami beberapa perubahan konstitusi, nilai-nilai dalam Pancasila tetap berada di garis utama, diinformasikan kembali dalam berbagai konstitusi yang dirumuskan.
Konstitusi RIS (1949) dan UUD Sementara (1950) mencantumkan nilai-nilai Pancasila dengan beberapa penyesuaian. Namun, semua itu bertujuan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan zaman, tanpa mengubah landasan dasar yang sudah dibangun. Semua perubahan tersebut tetap menegaskan pentingnya prinsip yang terkandung dalam Pancasila.
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia kembali meneguhkan UUD 1945 sebagai konstitusi yang mendasari Pancasila. Hingga saat ini, kelima nilai ini menjadi pedoman dalam bernegara sekaligus merupakan panduan moral bagi interaksi sosial masyarakat di seluruh penjuru Indonesia.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now