Ilmuwan Iran Mengklaim Dapat Membuat Bom Nuklir dalam Waktu 2 Minggu
Daftar isi:
loading…
Nuklir Iran. FOTO/ Jerusalem News
TEHERAN – Tokoh konservatif Iran, Mohammad Javad Larijani, mengungkapkan bahwa negaranya memiliki kemampuan teknis untuk memproduksi bom nuklir dalam waktu kurang dari dua minggu, tetapi memilih untuk tidak melakukannya.
Larijani, mantan diplomat dan penasihat senior Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan keputusan tersebut didasarkan pada fatwa Khamenei yang melarang penggunaan senjata nuklir, berdasarkan hukum Syiah yang kuat.
Ia menyatakan bahwa Iran telah mengembangkan doktrin baru yang menekankan ‘kemampuan tanpa penggunaan’, sebuah pendekatan yang memungkinkan negara tersebut mempertahankan pencegahan tanpa melanggar prinsip-prinsip agama.
Namun, ia mengkritik keras kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA), menuduh doktrin diplomasi tersebut menyebabkan Iran “kehilangan keberanian dan menjadi mangsa tekanan Barat.”
Pernyataan dari Larijani menyoroti dilema yang dihadapi Iran dalam hubungan internasional, terutama terkait program nuklirnya. Sementara banyak negara melihat keberadaan senjata nuklir sebagai ancaman, Iran berpendapat bahwa mereka menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan yang penuh ketegangan. Ini menunjukkan bagaimana geopolitik dan ideologi saling terkait dalam membentuk kebijakan negara.
Lebih jauh, strategi “kemampuan tanpa penggunaan” diperkenalkan sebagai cara untuk menghindari stigma sosial dan hukum internasional yang melekat pada pengembangan senjata mematikan. Pendekatan ini mengisyaratkan bahwa Iran tetap berkomitmen untuk tidak melanggar nilai-nilai agama yang dijunjung, meski dihadapkan pada kebutuhan mempertahankan diri di tengah ancaman. Ini menjadi salah satu tema yang terus diperdebatkan dalam diskusi tentang keadilan dan moralitas dalam kebijakan pertahanan.
Implikasi Global dari Pernyataan Pejabat Iran
Pernyataan Larijani tidak hanya memiliki dampak domestik tetapi juga resonansi global yang signifikan. Negara-negara lain, terutama yang memiliki hubungan dekat dengan Iran, akan menilai ulang sikap mereka terhadap program nuklir negara ini. Ketegangan baru dalam hubungan diplomatik mungkin muncul jika para pemimpin dunia menganggap pernyataan ini sebagai provokasi.
Banyak analis mencatat bahwa langkah Iran untuk mengumumkan kemampuannya ini bisa jadi merupakan strategi untuk meningkatkan tawar-menawar dalam negosiasi masa depan. Dengan menunjukkan kekuatan yang dimilikinya, Iran berharap dapat mendapatkan lebih banyak perhatian dari pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian nuklir dan dialog internasional lainnya. Kondisi ini tentu tetap menjadi perhatian berbagai pihak di dunia.
Tindakan dan pernyataan seperti ini berfungsi untuk mengubah narasi media dan membentuk opini publik internasional. Dalam era informasi ini, bagaimana Iran membingkai kemampuannya dapat mempengaruhi persepsi tentang negara tersebut, serta validitas kebijakan luar negeri yang ada. Reaksi and sikap negara lain menjadi hal yang krusial dalam konteks ini.
Pandangan Masyarakat Terhadap Doktrin Pertahanan Iran
Masyarakat Iran memiliki beragam pandangan mengenai doktrin pertahanan yang diterapkan oleh pemerintah. Banyak yang mendukung sikap ketahanan dalam menghadapi tekanan luar, tetapi ada juga yang merasa skeptis terhadap kebijakan tersebut. Ketidaksepakatan ini menciptakan dinamika internal yang menantang bagi pemerintah.
Beberapa kalangan masyarakat berpendapat bahwa pengembangan kemampuan nuklir adalah suatu keharusan untuk keamanan nasional, sementara yang lain khawatir akan risiko reputasi dan sanksi internasional. Ini menunjukkan adanya konflik antara kepentingan strategis dan moralitas yang dipegang oleh masyarakat luas.
Kepentingan public yang beragam ini membentuk opini yang rumit di Iran, di mana dukungan terhadap pemerintah bisa tiba-tiba berkurang jika kebijakan dianggap tidak sejalan dengan harapan rakyat. Menjadi tantangan tersendiri bagi pemimpin untuk menangani opini publik sekaligus menjaga stabilitas negara.
Kritik Terhadap Kesepakatan Nuklir 2015
Kritik yang diungkapkan Larijani terhadap kesepakatan nuklir 2015 menjadi pusat perhatian dalam diskursus kebijakan luar negeri Iran. Ia menilai bahwa kesepakatan tersebut telah melemahkan posisi Iran di mata dunia dan memberi ruang bagi tekanan lebih lanjut dari negara-negara Barat. Ini membuka perdebatan tentang efektivitas perjanjian internasional dalam menjaga kestabilan di kawasan.
Banyak pihak berpendapat bahwa kesepakatan tersebut tidak seimbang dan lebih menguntungkan bagi negara-negara besar dibandingkan bagi Iran. Larijani, bersama dengan banyak tokoh konservatif lainnya, mendesak pemerintah untuk lebih tegas dan mandiri dalam mengambil keputusan yang menyangkut pertahanan negara. Penilaian ini tentu menjadi dasar bagi langkah-langkah strategis ke depan.
Pendekatan kritis terhadap kesepakatan ini memiliki implikasi yang luas, tidak hanya bagi Iran tetapi juga bagi dunia internasional. Dalam konteks geopolitik yang sensitif, bagaimana Iran mengelola hubungan dengan negara-negara besar setelah pernyataan ini akan menjadi cermin dari kebijaksanaan diplomatik yang mereka pilih untuk ambil.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now









